Hidup
lebih dekat dengan misteri
Daripada
keajaiban
Satu
pandang mengiris hati
Lain
tatap, keberkatan
Satu
arah luas asri
Lain
arah, kebinasaan
Satu
lembah menghidupi
Lain
lembah, pertanyaan
-Kisah
Jejei Pulogeto-
Alkisah, di suatu
desa bernama Kutei Tete, hiduplah 2 bersaudara. Sang kakak telah menikah,
tetapi belum juga memiliki anak. Sedangkan sang adik juga sudah menikah.
Bedanya, sang adik telah memiliki anak.
Pada
suatu waktu, sang adik mengadakan suatu hajatan yaitu Berkejei. Berkejei adalah
hajatan besar, mewah, dan ramai. Atau bisa juga disebut hajatan besar-besaran
pada masa itu. Sang kakak memerhatikan sekelilingnya. Rata-rata orang yang telah
menikah di sana, setidaknya memiliki satu
anak. Betapa sedihnya hati sang kakak melihat para anak-anak berlarian
bersama, nampak salah satu dari mereka adalah anak adiknya. Sang kakak ingin
sekali memiliki anak juga.
Sang
kakak pun menghampiri suaminya dengan raut kecewa.
“Ai ite belek mai talang bae e,” (ai
kita pulang ke kebun sajalah) ujar sang kakak pada suaminya. Ia sangat sedih,
melihat sang adik membuat acara besar-besaran, tetapi dirinya sendiri malah tidak
bisa menikmatinya karena iri.
Berangkatlah
sepasang suami istri itu ke kebun milik mereka. Kebun itu telah mereka rawat
sejak lama. Kebun itu sungguh bersih, di sekelilingnya banyak ditumbuhi
bunga-bunga yang banyak juga macamnya.
Esok
paginya, sang kakak berjalan-jalan di kebun pada bagian yang banyak bunganya.
Baru beberapa langkah, matanya menangkap sosok anak kecil berumur kurang lebih
5 tahun.
“Siapa
anak gadis yang cantik ini?” tanyanya dalam hati.
Berundinglah ia dengan suaminya, dan
akhirnya mengangkat gadis kecil itu menjadi anak mereka. Anak itu di berilah
nama Smidang, yang kemudian hari nanti menjadi dewa Smidang.
Waktu
berlalu begitu cepat. Smidang kini beranjak dewasa. Ia menikah dengan seseorang
dari daerah Kaur yang bernama Panji Ulung. Dari pasangan ini dikaruniai
beberapa anak, yaitu Muning Muk, Muning AO, dan Muning Pekak.
Keturunan-keturunan
Muning Pekak ini melahirkan Rajo Mas yang bergelar Madah, Teak madon. Ia
beristri sampai 7 orang. Ia sangat kaya, paling kaya di wilayah Bengkulu.
Sampai legenda mengatakan, bahwa kubangan lumpur di kebunnya bisa menjadi
sebuah hunian masyarakat. Keturunannya pergi ke berbagai wilayah. Salah satunya
daerah Ksambe, rejang utara dan lain lain.
Sedangkan
asal mula nama Pulogeto sendiri yaitu dimulai dari nama Kutei Tete di muara air
ka. Dari tanjung tinggi, dalam cerita dikatakan bahwa seseorang menemukan keid atau siluman ular. Siluman ini
berada di bawah kayu/srebeng.
Masyarakat
jadi terlalu takut untuk tinggal di daerah itu. Akhirnya mereka sepakat untuk
pindah ke tanjung rendah. Ada suatu waktu, kemarau panjang melanda daerah itu.
Muncullah sosok hantu laut yang berkata pada masyarakat desa itu,
“Kalian
janganlah mendiami daerah sini, daerah di sini sangatlah berbahaya,” ujarnya
sedikit menggantung lalu dalam sekejap hilang.
Ada beberapa sumber yang mengatakan bahwa Pulogeto berasal dari kumpulan rumput ilalang. Ilalang ini dalam bahasa rejang disebut sebagai Geto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar