Tampilkan postingan dengan label cagar budaya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cagar budaya. Tampilkan semua postingan

11.23.2022

FESTIVAL BUDAYA KABUPATEN KEPAHIANG "UMBUNG KUTEI" TUAI DECAK KAGUM MASYARAKAT


    

Umbung adalah Berkumpulnya orang-orang dan saling bantu serta dalam suasana kegembiraan untuk mewujudkan sebuah hajatan besar atau pesta. Kutei berarti yang pada dasarnya memiliki makna sebuah dusun induk atau pusat marga yang menjadi simpul dusun-dusun dengan orang-orangnya yang memiliki pertalian darah. Di Kepahiang ada dua kutei, yakni Kutei orang-orang bermarga Merigi dan Kutei orang-orang bermarga Bermani Ilir. 

Sehingga, Umbung Kutei memiliki makna Berkumpulnya segenap orang-orang Marga Merigi dan Marga Bermani Ilir atas dasar pertalian kehendak, cita-cita yang sama dan semangat gotong royong untuk mewujudkan sebuah hajatan budaya yang penuh dengan kegembiraan dan akan selalu dikenang.
    

NJAMEU KUTEI adalah perjamuan kutei sebgai perjamuan besar dan lengkap yang dihadiri segenap pemimpin kutei dan masyarakat. 



PENEI
Dasar penei adalah sebuah bingkai bambu sebagai wadah atau tempat mengikat alat-alat upacara. Penoi dibuat saat bekejei, hari panen atau menyambut tamu agung.


Penei adalah: Lambang kutei atau petulai, sebagai pernyataan kesatuan manusia Rejang dengan alam. Penoi diwujudkan dalam bentuk karangan-bunga besar yang berisi rangkaian hasil-hasil ladang, peralatan kerja, peralatan rumah tangga dan senjata. Benda terpenting di penoi adalah:

1. Padi dengan tangkainya

2. Jawet dengan tangkainya

3. Sirih dengan tangkainya

4. Tebu hitam dengan daunnya

5. Kelapa dengan tandannya

6. Peralatan rumah tangga

7. Alat pemotong dan penetak (rudus)

8. Alat pemotong dan penyerut (sewar)

9. Dua batang tombak

10. Payung



    Upacara Kejei merupakan salah satu upacara terbesar masyarakat Rejang, yang diwarnai dengan pemotongan kerbau, kambing, dan sapi. Upaca Kejei sendiri merupakan acara adat yang diselenggarakan cukup lama, mulai dari 3 hari, 15 hari, 3 bulang, hingga 9 bulan. Dengan demikian, Tari Kejei dianggap sakral dan diyakini mengandung nilai dan makna tersendiri bagi masyarakat Suku Rejang. Tari Kejei diyakini sudah ada sejak sebelum era Kerajaan Majapahit. Konon tarian ini pertama kali dipentaskan dalam pernikahan Putri Senggang dan Biku Bermano. Namun dari keterangan sejarah, Tari Kejei pertama kali dilaporkan oleh seorang pedagang Pasee bernama Hassanuddin al-Pasee. Al-Pasee pernah berniaga ke wilayah Bengkulu sekitar tahun 1468 dan menyaksikan pementasan tarian ini.

    Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kabupaten Kepahiang, Nining Fawely Pasju, S.Pt.MM mengapresiasi pelaksanaan kegiatan ini yang disambut baik oleh masyarakat.
“Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak atas support dan partisipasinya dalam gelaran Festival Budaya ini. Terutama kepada masyarakat atas sambutannya yang sangat antusias untuk memeriahkan Festival Budaya ini”.
    Menurutnya, itu terbukti dari jumlah masyarakat yang menonton rangkaian kegiatan Festival Budaya. “Saya lihat penontonnya ramai sekali. Mudah-mudahan ini menunjukkan kecintaan kita kepada budaya kita sendiri,” ujarnya. Dalam Festival Budaya ini tak hanya menampilkan pagelaran seni dan musik serta acara budaya lainnya, namun juga melibatkan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) Kuliner Tradisional.







 
    “Kegiatan ini tentunya secara langsung memberikan dampak kepada kelestarian budaya kita dan juga perputaran ekonomi masyarakat. Di mana UMKM yang diberi ruang dengan baik dapat berkembang melalui event-event yang digelar pihak pemerintah maupun swasta,” tambahnya.
    Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan pun berharap kegiatan seperti ini dapat rutin dilakukan setahun sekali. Festival Budaya ini, diramaikan pula dengan Pagelaran Seni Daerah, Pagelaran Musik , dan pagelaran Tari Kreasi Daerah dari tingkat SD, SMP, SMA maupun pagelaran seni dari sanggar-sanggar yang ada di kabupaten Kepahiang. (RCA)


11.07.2022

Konten "Tari Piring Suku Rejang Warisan Budaya di Ujung Senja" Masuk 30 Besar Konten Lokal Nasional oleh Perpustakaan Nasional RI


sumber : Channel Youtube Metamorfosa Kepahiang 
https://www.youtube.com/watch?v=WkzGwAJvkYI



(Good Job Team!!! Salam Literasi)

Perpustakaan Nasional RI mengadakan Workshop Konten Kreatif Nusantara Berbasis Konten Literasi Konten Lokal yang pendaftarannya dibuka sejak 12 September sampai 29 Oktober. Dan konten budaya lokal kabupaten Kepahiang turut menjadi 30 besar nasional yang akan diseleksi lagi menjadi 5 terbaik nasional. 

Saat ini telah terpilih video-video berikut, dan pesertanya berhak mengikuti workshop yang akan dimentori oleh Kak Jovial da Lopez dan Kak Ferry Irwandi (Content creator/YouTuber).

1. Bangga Jadi Petani Muda | Mifta Amalia
2. Seniman Kulit Yogyakarta Subandrio | Tamayo Pattinaya
3. Film Tentang Membuat Film Konten Lokal: Dayang Torek | Dede Yonas Saputra
4. Njanen Njajah Unen-Unen | Prihatin Dwihantoro
5. Dokumenter Kerajinan Sapu di Desa Bojong | Alya Amalia Rahayu
6. Merajut Asa | Anggita Cahya Rosdiana
7. Pasar Klewer Surganya Batik Indonesia | Ayu Febrianti Akbar
8. Literasi Untuk Mewujudkan Desa Berdaya, Kota Batu Berjaya | Sabtia Ningsih
9. Literasi Desa Pesanggrahan Kota Batu | Rifqi Fadillah
10. Proyeksi dan Tantangan Kesejahteraan Petani Indonesia | Aditya Rustama
11. Budaya Etam Lipa Tenun Samarinda | Muhammad Dhani
12. Film Dokumenter Literasi Budaya: Pemuda dan Masjid | M. Lukluk Atsmara Anjaina

13. Tari Piring Suku Rejang di Ujung Senja | Ritmha Candra Ariesha

14. Lingkar Klipoh | Sekar Amalia Putri
15. Ekowisata Mangrove: Pelindung Bumi & Penyejahtera Masyarakat | Devid Saputra
16. Pak Muh, Pembuat Tahu Sayur Sejak Umurnya Masih Muda Hingga Sekarang Ini | Safira Anindita
17. Bagaimana Kpop Mempengaruhi Ekonomi Korea Selatan | Teuku Muhammad Bima Syah Alam Raja Muda
18. Membangun Budaya Literasi Melalui Sosial Media | Indah Komalasari
19. Eksistensi Anak Muda Menuju Semangat Baru Membangun Negeri | Rama Prameswara
20. Vlog Museum Wayang | Muhammad Ghufron Sikade
21. Melirik Tradisi Batik di Kebonpolo | Nasywa Fildza Nabila
22. Pengaruh Internet dan Gadget Untuk Meningkatkan Literasi Masyarakat | Roni Anggara Sitorus
23. Literasi Budaya Lokal | Abdul Jalil
24. Mencerdaskan Anak Tentang Perkembangan Si Budi | Muhammad Yushar, S.IP
25. Usaha Terpal - Comet Jaya Terpal, Salaman, Magelang | Shakira Insanu Fitri
26. Strategi Rahasia Kaya Dari Pasar Saham | Muhammad Ari Aditya
27. Rak Kayu Untuk Koleksi Buku | Rio Odestila
28. Kreasi Kuit Jeruk | Rohman Gumilar
29. Semangat Berliterasi di Tengah Pandemi | Estu Utami


Salam literasi.

#PerpustakaanNasional
#WorkshopKontenKreatif












11.14.2021

TARI PIRING SUKU REJANG DI UJUNG SENJA

Seni tari memiliki sejarah yang panjang di Indonesia. Mulai era sebelum adanya kerajaan hingga setelah Indonesia merdeka. Sebelum era kerajaan, tari dipercaya sebagai memiliki daya magis dan sakral, seperti tari hujan. Tari kemudian berkembang era Hindu Budha. Pada era itu, tari memiliki standardisasi dan patokan.Tak berhenti di situ, seni tari terus berkembang era penyebaran Islam hingga berdirinya kerajaan Islam di Nusantara. Tari jadi salah satu identitas kerajaan.

Berlanjut pada era penjajahan. Pada masa penjajahan, seni tari diperagakan pada acara-acara penting kerajaan. Saat itu, gerak tari terinspirasi dari perjuangan rakyat, seperti tari piring. Usai Indonesia merdeka, tari terus berkembang sehingga tarian dilakukan dalam berbagai acara, seperti acara adat dan keagamaan. Sejumlah anak muda juga banyak yang mempelajari tari hingga saat ini.

Seperti halnya, tari-tarian di suku Rejang di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu. Setiap suku menyimpan banyak sekali kekayaan tari-tarian. Akan tetapi, tidak disangkakan, Suku Rejang ini memiliki salah satu kekayaan tari Piring, yang biasa kita hanya mengenal di Sumatera Barat atau tari Piring Minang Kabau. 

Dilansir dari Tari-tarian Tradisional Nusantara karya Indrawati, Tari Piring dipercaya telah ada di Kepulauan Melayu lebih dari 800 tahun yang lalu. Tarian ini telah muncul di Sumatera Barat dan berkembang hingga ke zaman Sriwijaya. Keberhasilan Majapahit dalam menaklukkan Sriwijaya membuat tari ini berkembang hingga ke negeri-negeri Melayu. Orang-orang Sriwijaya yang melarikan diri ke berbagai tempat membuat tarian ini akhirnya menyebar ke sejumlah wilayah lain.




Dari perjalanan sejarah itulah, tari Piring juga tersebar ke wilayah suku-suku lain di Provinsi Bengkulu. Tari piring suku Rejang ini, menurut narasumber Nenek Sofia yang telah berumur hampir 90 tahun usianya. Beliau berkata bahwa ialah yang menjadi generasi trakhir dari Suku Rejang di Desa Limbur Lama Kabupaten Kepahiang. Beliau mengatakan bahwa tarian ini dahulunya ditanggap pada sebuah acara-acara kerajaan. Dan sebelum melakukan tarian tersebut, harusnya penari di arak keliling desa dan melakukan sebuah ritual terlebih dahulu.



Nenek Sofia ini mengaku bahwa hal-hal yang berbau seni tradisional suku Rejang Bengkulu telah mendarah daging ke keluarganya. Beliau pun bisa memainkan musik Gital Tunggal suku Rejang yang disebut Rejung. Saat kami datangi, beliau pun langsung memainkan gitar yang kami bawa dengan memainkan lagu Rejung.








7.30.2021

Penemuan Situs Tempayan Kubur di Desa Suro Muncar Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu

Beberapa tempayan kubur (tajau) yang diperkirakan dibuat pada 600 tahun sesudah masehi ditemukan di desa Suro Muncar Kabupaten Kepahiang provinsi Bengkulu 

Tempayang kubur tersebut ditemukan para peneliti dari Balai Arkeologi Sumsel yang melakukan penggalian sejak 24 Juli 2021 lalu.

"Dari lokasi penggalian, kami menemukan kurang lebih 32 tajau kemudian di tempat lain yang hanya berjarak sekitar dua meter ditemukan lagi satu tempayan," ungkap Ketua Tim Peneliti Penguburan yang merupakan dosen dari Udayana Bali

Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) kabupaten Kepahiang turun melihat dan mengkaji proses penggalian situs tersebut.

Kuburan batu ini bentuknya silindris, terdiri dari dua bagian yakni bagian wadah tempat diletakan tulang belulang dan bagian tutup.

Tempayan tersebut berfungsi sebagai `kuburan sekunder` (tempat penyimpanan sisa jenazah/kerangka).

PELIMA CERIA KUJANG

Di kelas, saya menghadapi peserta didik kelas tujuh yang tidak semangat dalam pembelajaran materi menulis dan menceritakan kembali cerita. K...