Tampilkan postingan dengan label Ruang kolaborasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ruang kolaborasi. Tampilkan semua postingan

11.22.2022

RUANG KOLABORASI MODUL 2.2

Ide Implementasi Pembelajaran Sosial dan Emosional untuk Murid


Tabel 3.1  Ide Implementasi Pembelajaran  Sosial dan Emosional untuk Murid



Ide Penguatan Kompetensi Sosial dan Emosional untuk Rekan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK)  di Sekolah














10.17.2022

RUANG KOLABORASI KELOMPOK 3 MODUL 1.4


Berikut ini merupakan Hasil Ruang Kolaborasi sebagai bagian dari tugas modul 1.4.a.5.Ruang Kolaborasi Budaya Positif dalam pembelajaran Calon Guru Penggerak 



Kali ini, CGP diajak berdiskusi dalam kelompok kecil, 3-4 orang. Kegiatan diskusi Hari pertama diawali dengan pemaparan dari Fasilitator kemudian dilanjutkan dengan diskusi dalam Kelompok Kecil pada Break Out Room Meeting untuk membahas beberapa kasus yang dikerjakan dalam kelompok. Pada Hari ini, hari kedua hasil diskusi kelompok kecil dipresentasikan dan diberikan umpan balik oleh kelompok lainnya.  Berikut adalah hasil diskusi kelompok 3 pada Ruang Kolaborasi Modul 1.4


































































10.09.2022

JURNAL REFLEKSI MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK

Model 2: Description, Examination and Articulation of Learning (DEAL) Model ini dikembangkan oleh Ash dan Clayton (2009). Untuk membuat refleksi model ini, tulislah penjabaran dari pertanyaan panduan berikut: - Description: Deskripsikan pengalaman yang dialami dengan menceritakan unsur 5W1H (apa, siapa, di mana, kapan, mengapa, bagaimana); - Examination: Analisis pengalaman tersebut dengan membandingkannya terhadap tujuan/rencana yang telah dibuat sebelumnya; - Articulation of Learning: Jelaskan hal yang dipelajari dan rencana untuk perbaikan di masa mendatang. 



Model Six Thinking Hats diperkenalkan oleh Edward de Bono pada tahun 1985. Model ini melatih kita melihat satu topik dari berbagai sudut pandang, yang disimbolkan dengan enam warna topi. Setiap topi mewakili cara berpikir yang berbeda; beberapa di antaranya terkadang mendominasi cara kita berpikir. Karena itu, dengan semakin sering melatih keenam “topi”, kita akan dapat mengambil refleksi yang lebih mendalam. Keenam topi tersebut berikut penggunaannya dalam jurnal refleksi adalah: 

1) Topi putih: tuliskan informasi sebanyak-banyaknya terkait pengalaman yang terjadi. Informasi ini harus berupa fakta; bukan opini.
2) Topi merah: gambarkan perasaan Anda terkait dengan topik yang sedang dibahas, misalnya perasaan saat mempelajari materi baru atau saat menjalankan diskusi kelompok. 
3) Topi kuning: tuliskan hal-hal positif yang terkait dengan topik tersebut. 
4) Topi hitam: tuliskan kendala, hambatan, atau risiko dari tindakan/peristiwa yang sedang dibahas. 
5) Topi hijau: jabarkan ide-ide yang muncul setelah mengalami peristiwa tersebut. 
6) Topi biru: tarik kesimpulan dari peristiwa yang terjadi, atau ambil keputusan setelah mempertimbangkan kelima sudut pandang lainnya. Bandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.


1. Fact

Informasi yang diperoleh dari modul 1.3 adalah modul ini membahas tentang Visi Guru Penggerak Setiap Guru harus memiliki sebuah visi yang harus dicapai untuk melakukan suatu perubahan. Visi dapat diwujudkan melalui pendekatan inquiri Apresiatif (IA) tahapan BAGJA. IA adalah pendekatan manajemen perubahan kolaboratif berbasis kekuatan. sedangkan BAGJA adalah singkatan dari Buat Pertanyaan, Ambil Pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana, dan Atur Eksekusi.


2. Feelings

Modul 1.3 mengajarkan kita tentang banyak hal, selain ilmu yang bermanfaat kepada kita untuk saling berbagi ilmu. Juga berbagi motivasi sesama rekan Calon Guru Penggerak. Saya pun merasa sangat bangga dan bahagia akan hal itu.


3. Creativity

Saya akan mengajak rekan-rekan guru yang ada di sekolah untuk berkolaborasi untu melakukan perubahan, dengan tidakberfokus pada permasalaham namun mengidentifikasi kekuatan apa yang telah dimiliki. Saya akan melakukan sosialisasi mengenalkan pendekatan IA dengan tahapan BAGJA. Selain itu, saya akan mengadakan pengimbasan tentang cara membuat media pembelajaran dengan menggunakan aplikasi berbasis android.

4. Benefits

Hal positif yang saya dapatkan setelah mempelajari modul ini adalah saya dapat mengetahui bahwa untuk melakukan perubahan yang positif tidak harus bermula dengan mengidentifikasi permasalahan yang ada. Namun, kita fokuskan pada kekuatan apa yang telah kita miliki sehingga pemikiran kita diarahkan ke arah yang positif.

5. Cautions

Adapun tantangan yang saya alami adalah mengajak rekan guru untuk berkolaborasi, karena setiap orang memiliki karakter yang berbeda sehingga ketika mengajak rekan guru untuk melakukan suatu perubahan di sekolah, saya harus memahami betul karakter masing-masing guru. Begitupun dengan murid. Untuk melakukan perubahan pembelajaran di kelas maka saya harus memahami karakter murid yang saya hadapi sehingga saya dapat mengetahui pembelajaran seperti apa yang mereka inginkan.


6. Process

Di modul ini memberikan pembelajaran pentingnya sebuah visi untuk melakukan sebuah perubahan. Pemetaan kekuatan dan strategi untuk mewujudkan visi yaitu murid yang memiliki nilai-nilai Profil Pelajar Pancasila melalui Merdeka Belajar


10.05.2022

AKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK

KEGIATAN LITERASI DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA SCRAPBOOK MATERI ANALISIS KESALAHAN PENULISANPAPAN NAMA TOKO GUNA MEMBANGUN KARAKTER MANDIRI, BERGOTONGROYONG, KREATIF, BERIMAN DAN BERTAKWA SERTA BERKEBHINEKAAN GLOBAL


Anak-anak yang hidup dengan rendahnya kesadaran moral mulai bermunculan, guru-guru mereka mengatakan bahwa mereka berasal dari keluarga  yang bermasalah. Tentu saja karena  kurangnya perhatian orang tua menjadi alasan utama bagi sekolah untuk (secara terpaksa) harus terlibat  dalam pendidikan moral. Bagian  lain dari masalah yang muncul adalah media massa dan tempat-tempat yang umumnya dikunjungi anak. Namun, sekarang ini budaya membaca mulai luntur di kalangan anak-anak. Kita bisa melihatnya dari kondisi karakter anak-anak yang  kebanyakan dari mereka memiliki kesadaran moral yang rendah, mungkin ini memang karena budaya membaca anak-anak khususnya anak-anak di Indonesia yang masih sangat rendah, sehingga melahirkan karakter/budi pekerti yang rendah pula.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, benar bahwa individu tidak akan hidup bahagia dan tidak ada masyarakat yang dapat berfungsi secara efektif tanpa nilai kebijakan dan karakter yang baik. Lunturnya budaya membaca pada anak akibat pengaruh perkembangan teknologi yang semakin canggih. Adanya gadget, khusunya bagi penggunaan gadget yang memberikan dampak negatif, seperti games bahkan sosial media yang disalah gunakan. Dampak inilah yang dapat menghambat anak dalam minat membaca, faktanya anak lebih  betah dan tertarik pada segala kecanggihan yang disuguhkan oleh gadget. Masyarakat pun beralih ke gadget ketika mencari informasi apapun baik berita bahkan ilmu pengetahuan.



Dari banyak hasil survei yang telah disebutkan di atas, mulai dari tingkat kemampuan membaca, minat membaca sampai budaya membaca di Indonesia masih sangat rendah, dengan peringkat yang paling akhir dan memiliki skor paling rendah pula diantara negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Apabila kita tarik permasalahan yang ada, karakter/budi pekerti  anak bangsa yang rendah dengan hasil survei yang dikaitkan dengan persoalan membaca, dapat diambil kesimpulan bahwa dengan  budaya membaca yang kokoh akan menghasilkan kepribadian, karakter/budi pekerti yang unggul dan kuat.

Media pembelajaran dipakai sebagai saluran atau alat perantara untuk menyampaikan informasi kepada siswa. Dengan adanya media yang kreatif akan mampu merangsang siswa untuk menyukai pelajaran tersebut. Media pembelajaran juga dapat menambah efektifitas komunikasi dan interaksi antara pengajar dan siswa. Media pembelajaran juga dianggap efektif  untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan berkembangnya teknologi maka tidak begitu sulit bagi kita untuk mencari media sebagai alat pembelajaran. Dengan adanya kemudahan ini tidak menutup kemungkinan bahwa guru juga harus mampu membuat sendiri media pembelajaran  jika itu tidak tersedia. Karena tidak semua media cocok diterapkan dalam proses pembelajaran, guru harus mampu menyesuaikan media yang digunakan dengan materi pembelajaran.

Salah satu media yang dipakai dalam proses pembelajaran adalah media visual tiga dimensi. Dikatakan tiga dimensi karena media tersebut memiliki ukuran panjang, lebar, dan tinggi. Salah satu bentuk dari media visual tiga dimensi ini adalah scrapbook. Scrapbook merupakan album yang berisikan gambar dan cerita yang berkaitan dengan materi pembelajaran yang dihias dengan kreatif. Media scrapbook ini digunakan untuk melihat pengaruhnya pada hasil belajar siswa dalam bidang kognitif. Hasil belajar ini ditunjukkan dengan nilai posttest yang diberikan kepada siswa disetiap akhir pembelajaran untuk melihat peningkatan hasil belajar siswa di setiap proses pembelajaran.



Masalah kesalahan berbahasa dalam menerapkan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar merupakan “problem wajar” yang hampir terjadi pada setiap pemakai bahasa. Orang bisa saja melakukan sebuah kesalahan atau “terpeleset” dari kaidah walaupun sebenarnya sudah berusaha menerapkan kaidah bahasa tersebut dengan sebaik dan sebenar mungkin. Masalah tersebut tidak hanya menimpa orang-orang yang dianggap awam atau kurang mampu berbahasa, mereka yang dianggap mahir juga sangat mungkin mengalaminya. Hal ini disebabkan karena ketidak berlakuan hukum yang mutlak bagi pengguna bahasa yang salah, seandainya hal tersebut diberlakukan, pasti banyak para terpidana yang masuk ke dalam penjara akibat salah menggunakan bahasa baik secara lisan maupun tulisan.  Kehidupan masyarakat yang majemuk menimbulkan sebuah perilaku yang berbeda, sehingga menciptakan sebuah proses komunikasi yang beragam.



Kondisi itu telah menempatkan bahasa Asing terutama bahasa Inggris pada posisi strategis yang memungkinkan bahasa itu memasuki berbagai sendi kehidupan bangsa dan mempengaruhi perkembangan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa asing dan bahasa daerah tersebut telah mempengaruhi cara pikir masyarakat Indonesia dalam berbahasa Indonesia resmi. Kondisi itulah yang menyebabkan terjadinya kesalahan berbahasa Indonesia. Untuk itu, diperlukan tata cara penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Atas dasar tersebut, peneliti ingin memberikan pengetahuan tentang perkembangan Bahasa Indonesia dalam fenomena pemilihan diksi yang tepat dalam proses komunikasi, baik secara lisan maupun dalam tulisan.



Pada dasarnya kesalahan berbahasa yang terjadi di masyarakat merupakan sebuah kebiasaan yang sudah melekat turun-temurun hingga sulit untuk dilepaskan. Selain itu, bahasa sehari-hari lebih mudah dilafalkan dan kurangnya wawasan masyarakat tentang bagaimana bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dengan demikan terjadilah penulisan-penulisan yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Kegiatan literasi yang dilaksanakan di SMP Negeri 1 Kepahiang sudah berjalan tahun 2022. Program literasi ini menjadi program sekolah rujukan dalam mengembangkan keterampilan berbahasa siswa-siswi SMP Negeri 1 Kepahiang, selain itu program literasi juga menjadi program unggulan dalam pembentukan karakter profil pelajar Pancasila sesuai dengan nilai-nilaiyang diyakini oleh seluruh warga sekolah,  diantaranya   menghargai diri sendiri, menghargai sesama, menghargai hasil karya kami, menghargai lingkungan, bersama.

Pentingnya pemahaman literasi ditekankan oleh guru bahasa Indonesia, berdasarkan hasil wawancara bersama beberapa guru sebagai berikut, “ jadi bahwa itu penting, seorang guru harus mengathui makna literasi untuk kedepannya. Kalau untuk membangun peradaban suatu bangsa itu dari literasi, agar tidak mudah di adu domba, memahami informasi secara menyeluruh, bisa mnyortir mana yang HOAX mana yang tidak itu sebenarnya literasi”

Maka dari itu, sekolah memberikan beberapa program literasi kepada siswa-siswi SMP Negeri 1 Kepahiang dalam mendukung perkembangan keterampilan berbahasa untuk bekal kehidupan selanjutnya, literasi yang digalakkan sekolah diantaranya ada DEAR  (Drop Everything and Read), pojok membaca, silent reading, reading circle dan perpustakaan. Akan tetapi, dalam hal ini peneliti bereksperimen menngunakan media Scrapbook kepada siswa-siswi SMP Negeri 1 Kepahiang dalam melakukan kegiatan literasi. Beberapa kegiatan literasi yang mencakup dalam media Scrapbook ini adalah membaca papan nama toko yang ada di sekitar kabupaten Kepahiang. Kedua, siswa menganalisis beberapa kesalahan penulisan papan nama toko tersebut. Dan yang ketiga adalah siswa dengan hasil analisis dan foto dari papan nama toko tersebut dijadikan bahan dalam pembuatan media scrapbook.

                 Kegiatan literasi menggunakan media scrapbook ini mengajarkan anak untuk dapat mengenal bagian-bagian dan jenis kesalahan dalam penggunaan bahasa Indonesia pada papan nama toko yang mereka baca, karena setiap anak harus menuliskan setia informasi yang terdapat dalam papan nama toko yang telah dibaca dan dianalisis. Seperti yang sudah dijelaskan diatas, bahwa reading bukan hanya sekedar kegiatan membaca, namun kegiatan dimana mengajarkan anak untuk dapat memahami isi bacaan, seperti yang telah dijelaskan oleh kepala sekolah, bahwa literasi bukan hanya kegiatan yang sekedar membutuhkan kemampuan membaca, namun literasi memiliki makna yang lebih luas dari membaca, yaitu pemahaman isi bacaan salah satunya.

                 Berdasarkan hasil observasi, pelaksanaan kegiatan literasi sebagai salah satu upaya PPK(Penguatan Pendidikan karakter) di SMP Negeri 1 Kepahiang didukung dengan berbagai sarana prasarana, diantaranya terdapat poster-poster kampanye membaca di lingkungan sekolah dan terdapat sudut baca pada tiap kelas. pada bagian evaluasi kegiatan, belum tampak adanya penghargaan literasi secara berkala dari sekolah kepada siswa. Tim Literasi Sekolah yang dibentuk oleh kepala sekolah dan terdiri atas guru bahasa, guru mata pelajaran lain, dan tenaga kependidikan. Data pelaksanaan literasi ini dideskripsikan menjadi beberapa bagian, yakni pelaksanaan literasi media oleh guru dan siswa dan hasil observasi terkait sarana dan prasarana.

Pelaksanaan literasi media oleh guru dan siswa dideskripsikan berdasarkan teknik implementasi dan jenis media apa saja yang dimanfaatkan dan mendukung kegiatan literasi. Jenis media yang dimanfaatkan oleh guru di sekolah adalah media cetak dan elektronik. Guru lebih sering memanfaatkan media elektronik terutama untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran, seperti melengkapi materi pembelajaran ataupun membuat instrumen penilaian. Media elektronik berjenis visual merupakan media yang digunakan oleh warga sekolah, seperti penggunaan komputer  jinjing  (laptop), sound/speaker, telepon genggam, dan LCD proyektor. Media lain penunjang kegiatan literasi dapat ditemui pada perpustakaan, laboratorium, ruang kelas, serta lingkungan di sekeliling sekolah seperti mading. Media yang dimanfaatkan secara optimal oleh sekolah sejauh ini adalah media visual, baik berwujud cetak ataupun elektronik. Sekolah memiliki jaringan radio yang diharapkan dapat menunjang kegiatan literasi media jenis audio.

Pada bagian ini dipaparkan hasil observasi selama penelitian berlangsung, khususnya yang berkaitan dengan pembentukan karakter siswa di SMP Negeri 1 Kepahiang. Hasil penelitian tersebut diperoleh melalui observasi secara langsung kegiatan yang ada di di SMP Negeri 1 Kepahiang, wawancara dengan berbagai pihak terkait, serta  pengumpulan dokumen-dokumen yang tersedia. Pembinaan serta penerapan secara langsung dalam pembentukan karakter siswa di SMP Negeri 1 Kepahiang dapat diuraikan sebagai berikut:


1)     Karakter Kedisplinan dimensi Profil Pelajar Pancasila Mandiri dan gotong royong


Pelaksanaan kegiatan literasi menggunakan media scrapbook serta penerapan pembentukan karakter di SMP Negeri 1 Kepahiang  kelas VII dilaksanakan di jam pelajaran Bahasa Indonesia dan di luar kegiatan belajar mengajar saat siswa melakukan observasi langsung di lapangan untuk mencari, menemukan dan menganalisis kesalahan penulisan pada papan nama toko di sekitar daerah kabupaten Kepahiang. Pelaksanaan pembinaan serta penerapan pembentukan karakter siswa harus didukung dengan semua elemen-elemen yang terkait dengan siswa di sekolah. Proses pembentukan karakter yang di kembangkan pada semua aspek yang terkait dengan pedidikan karakter yang telah diperoleh dari mata pelajaran yang mengembangkan nilai-nilai karakter.



Pada gambar di atas, menjelaskan bahwa nilai-nilai karakter yang diemban saat melakukan tuas pembuatan media scrapbook ini adalah nilai kedisiplinan. Menurut peneliti pelaksanaan pembentukan karakter siswa melalui kegiatan literasi observasi langsung di lapangan untuk menemukan dan menganalisis papan nama toko di daerah Kepahiang dirasa sudah cukup bagus karena siswa yang mengikuti kegiatan literasi ini perlu pendampingan agar setiap kegiatan terarah. Sedangkan faktor penghambatnya disini berdasarkan wawancara dengan guru pelajaran bahasa Indonesia SMP Negeri 1 Kepahiang adalah sebagai berikut: pertama, keluarga. Pola asuh dalam keluarga yang menjadikan perbedaan dalam kepribadian. Juga karena dari lulusan sekolah yang berbeda, lingkungan dimana anak tersebut bermain. Selanjutnya sarana pendidikan yang memungkinkan untuk anak berinteraksi dengan masyarakat atau dengan tataran usia mereka.Tahapan pembentukan karakter siswa di SMP Negeri 1 Kepahiang pada saat pelaksanaan kegiatan literasi menggunakan media scrapbook meliputi: proses pembelajaran di dalam kelas, kegiatan di sekolah yang terkait dengan pembentukan karakter siswa serta kegiatan keseharian siswa sat membuat media Scrapbook. Ruang lingkup pelaksanaan pembentukan karakter siswa di kelas VII SMP Negeri 1 Kepahiang yaitu kejujuran, peduli sosial, kedisiplinan, kerjasama, dan tanggung jawab. 


2)       Karakter Kejujuran dimensi profil pelajar Pancasila Beriman, Bertaqwa


Tahapan kedua pembentukan karakter siswa di SMP Negeri 1 Kepahiang pada saat pelaksanaan kegiatan literasi menggunakan media scrapbook adalah nilai kejujuran. Dalam proses pelaksanaan pembentukan karakter siswa terkait degan kedisiplinan siswa berdasarkan  observasi pada tanggal 6 Oktober 2022, adapun pelaksanannya tersebut yaitu Siswa yang memiliki karakter jujur adalah siswa yang batinnya cenderung lurus atau tidak curang sehingga mempengaruhi pikirannya (akalnya) untuk selalu mencari cara berbuat jujur yang kemudian diwujudkan dalam sikap dan tingkah lakunya baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya. Kecenderungan siswa yang memiliki karakter jujur akan berusaha untuk berbuat jujur, bahkan bisa jadi mencegah orang lain berbuat tidak jujur, atau cenderung mengkritik atau membenci teman atau lingkungannya yang tidak jujur. Ada 3 tingkatan kejujuran dikutip oleh Djuari (2013:25), yakni :

a.    Kejujuran dalam ucapan, yaitu kesesuaian ucapan dengan realiti.

b.   Kejujuran dalam perbuatan, yaitu kesesuaian antara ucapan dan perbuatan.

c.    Kejujuran dalam niat, yaitu kejujuran tertinggi di mana ucapan dan perbuatan semuanya hanya untuk Allah.



Dalam kehidupan sehari-hari, sering sekali kita melihat bahkan juga ikut terlibat dalam berbagai macam bentuk aktivitas interaksi sosial dimasyarakat. Salah satunya wujud realisasi dari sikap tidak jujur dalam skala yang sangat bervariasi, seperti: orang tua bereaksi spontan saat melihat anaknya terjatuh dan berkata "Oh, tidak apa-apa! Anak pintar, tidak sakit kan? Jangan menangis, ya!". Hal ini secara tidak langsung anak diajarkan dan dilatih kemampuan untuk dapat "berbohong", dengan menutup-nutupi perasaannya (sakit) hanya karena suatu kepentingan (agar tidak menangis).

Contoh lain juga dapat kita lihat pada kegiatan belajar disekolah dalam hal ini adalah pada kegiatan literasi menggunakan media scrapbook. Siswa sering mengalami kesulitan dalam menerapkan sikap jujur ketika proses belajar berlangsung. Terkadang mereka terlihat bertingkah laku dengan jujur, tapi tanpa kita sadari ketika materi yang diberikan oleh guru bidang studi belum dapat dipahami, mereka menyembunyikan hal itu. Mereka bahkan mengatakan bahwa mereka telah memahami materi tersebut. Hal ini dengan sendirinya akan mengajak mereka untuk berbuat tidak jujur terhadap mata pelajaran yang mereka pelajari.


3)     Karakter  peduli sosial dimensi Profil Pelajar Pancasila Berkebhinekaan Global



Tahapan ketiga pembentukan karakter siswa di SMP Negeri 1 Kepahiang pada saat pelaksanaan kegiatan literasi menggunakan media scrapbook adalah nilai peduli sosial. Dalam proses pelaksanaan pembentukan karakter siswa terkait dengan nilai kepedulian sosial berdasarkan hasil observasi peneliti pada tanggal 4 Oktober 2022. Nilai kepedulian sosial yang ditunjukkan oleh siswa pada saat pengerjaan Scrapbook analisis kesalahan penulisan papan nama toko daerah kabupaten Kepahiang ditunjukkan saat siswa bersama kelompok saling peduli dalam pembuatan scrapbook. Dari awal kegiatan literasi dengan melakukan observasi langsung ke lapangan, menganalisis hasil observasi sampai pada pembuatan scrapbook.

Beberapa kelompok telah menunjukkan nilai peduli sosial yang signifikan. Ditunjukkan dengan beberapa sikap salah satu teman yang sedang kesulitan saat menganalisis kesalahan ejaan pada papan nama toko. Terlihat langsung pada teman yang satu kelompok peduli dengan turut membantu teman yang kesulitan tersebut dengan sama-sama memecahkan masalah yang dia hadapi. 


 Karakter merupakan sikap atau perilaku yang ditujukan oleh seseorang dalam kesehariannya, seperti yang dijelaskan oleh kepala SMP Negeri 1 Kepahiang dan guru teman sejawat dalam hasil wawancara, bahwa:

“Karakter adalah sikap, sederhananya sikap yang ditunjukkan oleh anak yang kita harapkan.”

“Karakter itu sikap, budi pekeri, itu yang pernah saya baca. Sikap keseharian kita, bagaimana kita bersikap, bagaimana kita bertindak, bagaimana kita mengambil keputusa, kemudian bersosialisai juga bagian dari karakter”

Karakter anak pada usia sekolah dasar sangat dipengaruhi oleh lingkungannya, lingkungan yang baik akan menghasilkan karakter yang baik pula, dan lingkungan yang kurang baik akan menghasilkan karakter yang kurang baik pula. Karena usia anak sekolah menengah pertama mudah meniru apa saja yang dilihatnya, maka dari itu lingkungan memilki peran yang sangat penting dalam pembentukan karakter anak.


3)     Karakter  Inovatif dan Kreatif dimensi Profil Pelajar Pancasila Kreatif

Salah satunya yang paling sering dilihat anak-anak selain orang di lingkungannya yaitu literasi itu sendiri, contohnya papan reklame yang berisikan iklan-iklan itu juga sangat mempengaruhi pola pikir anak, maka dari itu litearsi dalam hal ini sangat di butuhkan, disinilah pengaruh literasi sangat luar biasa. Sesuai dengan penjelasan dari hasil wawancara kepala SMP Negeri 1 Kepahiang, yang menjelaskan mengenai literasi:

“Semua itu mungkin karena seorang  anak  itu berkembang karena lingkungan. Pengaruh dari literasi sangat luarbiasa, sekarang juga ada literasi visual , iklan dimana-mana, itu menjadi buat kontribusi karena pembentukan pribadi anak. Karena anak ini akan mencontoh, jadi kalau kita lihat kejadian-kejadian yang  memprihatinkan, kadang-kadang mereka diinspirasi oleh literasi yang kurang pas, mereka saksikan setiap yang mereka dengarkan, mereka lihat dan yang  mereka baca”

Maka dari itu, lingkungan sekolah yang baik  dengan didukung program literasi yang baik akan membantu anak dalam memahami lingkungan dengan bekal literasi yang baik untuk terlindungi dari hal-hal yang merusak pribadi anak.


PELIMA CERIA KUJANG

Di kelas, saya menghadapi peserta didik kelas tujuh yang tidak semangat dalam pembelajaran materi menulis dan menceritakan kembali cerita. K...